0

Sopir Taksi

kemaren sempat jalan2 sebentar, nyari susunya Rapha di mall.


karena masi parno dengan meninggalnya adikku, aku ke mana2 naek taksi.
manado memang kecil, dan karena itulah ongkos taksi jadi sangat murah dibanding kota2 lain, karena jaraknya yang deket2.


aku ga suka naek angkot sekarang.
aku menghargai paru2ku lebih dari waktu2 sebelumnya, dan itulah mengapa aku rela membayar lebih asalkan ga mencium asap rokok di angkot.


biasanya ke mana2 bareng ma suami.
tapi kemaren ga ada yang jagain Rapha di rumah, jadi akhirnya si suami tinggal di rumah.
sebenernya beli susu itu tujuan kedua.
tujuan utama: jalan2 :D

dan jalan2 sendirian, sangat luar biasa dalam membantu aku menurunkan kadar stress :)



di taksi, ga tau gimana awalnya 
(dan aku memang tidak pernah tau bagaimana awalnya, seperti yang biasa terjadi.),
tiba2 si sopir mulai curhat.


dalam hati:
wait, aku lagi jalan2 untuk menghilangkan stress dengan bersenang-senang, jalan2 sendirian, dan melihat lampu kerlap kerlip. apakah bahkan tidak ada hari libur? hahahahaha...
baiklah pak sopir, lanjutkanlah ceritamu.

dan saat ini, aku bahkan sudah lupa apa yang diceritakan si sopir taksi.
lebih2 lagi, aku sama sekali tidak tau apa yang aku katakan padanya.
siapa juga yang akan ingat? ;))


tapi aku ingat bahwa dia terus menerus menceritakan kisah hidupnya (yang aku lupa itu apa), dan aku juga ingat cara dia berbicara.


oh, iya iya iya...
aku ternyata masih mengingat sepenggal kalimatnya.


"... meskipun aku sopir taksi bu, anak dan istriku baru 2 kali naik taksi ini seumur hidup mereka. aku yang tidak mengijinkan. aku bilang, level orang2 yang naik taksi sudah berbeda, dan kita belum mampu membayar kehidupan yang seperti itu. herannya bu, mengapa orang2 yang mampu naik taksi, malah tidak tau bersyukur..."
 
Copyright © Yes, I know